Minggu, 19 Desember 2010

pempek 8 ulu cik ning


TOKOH

IMRON CASIDY, PEMILIK PEMPEK 8 ULU CIK NING
Barangkali semua pelaku bisnis di negeri ini harus mengakui bahwa, salah satu bidang usaha yang tak lekang dimakan waktu adalah makanan tradisional yang erat diikat oleh suatu budaya. Banyak contoh, misalnya, Coto dari Makasar, Bakso Malang, Gudeg dari Yogyakarta dan yang tak kalah menariknya adalah Pempek dari Palembang.

Pempek sudah ada sejak tahun 1617 di negeri ini, artinya, sudah ada sejak tiga ratusan tahun silam. Itulah sebabnya, Imron Casidy, pemilik merek business opportunity Pempek 8 Ulu Cik Ning sangat optimis, Pempek bisa berkembang hingga ke seluruh pelosok negeri ini bahkan di tingkat Asean hingga ke Timur Tengah sekali pun.

Imron – begitu putra asli Palembang ini disapa, paham benar, bahwa untuk bisa berekspansi besar-besaran, ia tak sekedar seperti pedagang Pempek umumnya yang hanya menjual dan melulu untuk mencari profit tanpa berpikir bagaimana caranya agar menjadi besar dan berkembang pesat. Sebuah grand desain pun dicanangkan, pengembangan yang dipilih adalah dengan pola business opportunity.

Hasil gemilang pun sudah mulai tampak. Sejak memulai satu outlet di Cibubur Jakarta tahun 2007 silam, terus berkembang pesat dengan berhasil menuai animo besar dari pasar hingga akhirnya ditawarkan kepada mitra tahun 2009. Sejak dimitrakan, bahkan langsung mendapatkan puluhan mitra baik yang ada di Jakarta mau pun di luar Jakarta.

“Itulah buktinya, lidah orang Timur pada umumnya tidak bisa dibohongi, masih sangat terikat dengan makanan para leluhur yang hingga saat ini masih membudaya dan Pempek sudah menjadi makanan nasional,” cerita putra ketiga dari ibu Cik Ning kelahiran daerah 8 Ulu di pinggiran sungai Musi – yang kemudian dipatenkan menjadi merek Pempek 8 Ulu Cik Ning.

Sudah menjadi hal biasa, mempatenkan makanan tradisional dengan brand sendiri barangkali memberikan warna baru bagi peta persaingan antara pemain bisnis Pempek Palembang. Tentu saja, Pempek 8 Ulu Cikning juga memiliki keunggulan luar biasa, disamping sudah dikelolah dengan sangat professional serta memiliki peluang besar untuk menguasai pasar Indonesia hingga manca negara.

“Kalau bicara Pempek yang asli, itulah Pempek 8 Ulu Cik Ning. Karena Pempek Cik Ning ini adalah resep yang langsung diturunkan dari nenek moyang keluarga saya dimana terakhir yang menjalankan adalah ibu kandung saya sendiri,” kata pria yang pernah bekerja sebagai cleaning service pada salah satu rumah sakit, pembantu perawat dan dokter, sales panci serta sederet pekerjaan untuk bertahan hidup ketika pertama kali merantau ke Jakarta tahun 1995.

 Sejurus dengan itu, sepertinya Imron tak bisa menampik bahwa andai saja Pempek Cik Ning sudah mulai dilakoninya sejak berniat untuk mengambil keputusan menjadi pengusaha pada tahun 2004 silam, bukan tidak mungkin impian untuk mencapai 100 gerai mitra sudah tercapai. Tetapi sayang, pada tahun 2004 bisnis bakery serta property agentnya gagal total.

 “Waktu itu saya dikianati teman dan saya keluar dari usaha tersebut dengan tidak membawa sepeser uang, belum lagi bisnis bakery saya juga tidak saya perhatikan sehingga berujung bangkrut, sementara saya juga harus membayar kredit bank dengan jaminan rumah,” tutur dia. Alhasil rumah  yang ditempati keluarganya kalah itu di sita bank lalu berpindah ke Pondok Mertua Indah alias rumah mertua di Jakarta.

Belum kapok juga, Imron memulai bisnis advertising dengan menyewa salah satu ruangan dalam kantor temannya dengan bermodalkan satu mesin fax, satu telepon, satu computer serta buku yellow page. “Saya prospek sendiri semua klien lalu seiring perjalanan waktu usaha saya ini berhasil hingga mendapatkan klien perusahaan besar,” ceritanya bangga.

Sehingga, berawal dari kesuksesan usaha advertising tersebut, mantan manajer di salah rumah sakit dan perusahaan ekspor impor yang menyelesaikan kuliah dengan biaya sendiri ini, memiliki capital untuk usaha berikutnya, seperti usaha percetakan yang kemudian merupakan awal ide membuat bisnis Pempek 8 Ulu Cikning.

“Di depan percetakan tersebut istri saya mau buat kios kecil untuk Pempek buatan orang lain dengan hanya mengambil selisih harga jual sebagai keuntungan, tetapi saya bilang gak usah, kalau mau dagang jangan tanggung, karena bukan hanya untuk sekedar bertahan hidup atau factor kepepet tetapi wajib besar dan harus punya prospek ke depan,” kata dia.

Ide untuk membuat usaha Pempek pun semakin menggelora semangat Imron untuk kembali ke kampung halaman, belajar membuat Pempek dari ibu kandungnya, ibu Cik Ning. “Ibu saya adalah pembuat sekaligus pedagang Pempek di kampungnya, kenapa saya tidak memanfaatkan kehebatan ibu saya serta resep yang sudah turun-temurun dari para leluhur tersebut,” katanya.

Setelah sukses belajar dengan sang ibu, Imron lalu mempekerjakan orang-orang yang ahli bikin Pempek, lalu tes pasar yang kemudian menuai animo besar sehingga semakin optimis untuk dikembangkan. Dewi fortuna pun akhirnya berpihak kepadanya. Hingga saat ini, Pempek 8 Ulu Cik Ning sudah berhasil puluhan mitra di seluruh Indonesia dan akan terus bertambah. 

Sejurus dengan itu, dengan pola business oportuntiy, Imron juga tak sekedar mengejar profit, karena mitra dianggapnya sebagai keluarga sendiri. “Saya punya tanggungjawab moral yang sangat besar terhadap mitra. Saya tak langsung memberikan begitu saja kepada mitra, saya menjelaskan untung rugi bisnis ini, saya mendampingi mereka hingga sukses dan juga nanti saya akan adakan gathering kepada semua mitra bahkan hingga memberikan reward bagi mitra yang berhasil,” urainya. (Alan Jehunat/www.majalahfranchise.com).

Analisis
Dalam memulai suatu usaha tentunya seorang wirausahawan harus dapat mengetahui bagaimana strategi bauran promosi bisa diterapkan dan dijalankan demi kelangsungan berjalannya usaha tersebut, tentunya sosok leader usaha yang kuat harus dapat mengetahui prinsip 4P.
Usahawan kuliner tradisional tersebut (mpek cikning) mampu bertahan dan terus berkembang karena berhasil menjalankan bauran promosi tersebut diantaranya:
1.      Price
Harga yang diberikan kepada konsumen umumnya harga yang standard dan tentunya terjangkau untuk mencangkup semua kalangan pecinta kuliner, hal tersebut timbul karena banyaknya competitor yang menjalankan usaha yang sama.
2.      Produk
Usaha kuliner tersebut telah dapat menarik banyak minat, karena produk yang ditawarkan berhasil masuk dibenak konsumen yang dilihat dari segi keamanan, kebersihan dan tentunya rasa produk tersebut. Leader usaha tersebut mampu menerapkan dalam usaha kulinernya untuk produknya diantaranya bahan produk yang berkualitas dan aman, tempat usaha yang bersih, bentuk dan rasa produk yang nikmat dan tentunya produk yang mudah dibawa.
3.      Place
Tempat usaha yang strategis dipilih untuk dapat menarik banyak konsumen, tentunya dengan tempat yang menarik, aman dan bersih.
4.      Promotion
Promosi usaha tersebut sangat efesien karena penerapan penjualannya dilakukan dengan direct marketing dengan frekuensi yang banyak dan menarik sehingga mampu mendapatkan banyak minat konsumen yang langsung mencoba kuliner tersebut. Karena usaha tersebut bergerak dibidang waralaba,  leader usaha tersebut mencoba promosi melalui media internet dengan tujuan agar usaha tersebut dapat berkembang secara luas


Jumat, 19 November 2010

Perkembangan waralaba


Es Teler 77 Restoran cepat saji dan waralaba

Es teller 77 adalahsalah satu restoran fast food di Indonesia yang berdiri sejak tahun 1982 yang menyajikan makanan dan minuman khas Indonesia. Sekarang ini dapat dinikmati di seluruh Indonesia, Singapore dan Australia.

Dengan rasa yang lain daripada yang lain. Dibuat dari resep tradisional, seperti masakan yang dibuatkan oleh nenek kita sendiri. Kami siap memberikan yang terbaik untuk Anda!

Dimulai dari satu buah warung tenda sederhana disamping sebuah gedung perkantoran di Jakarta pada tahun 1982. ES TELER 77 kini telah berkembang menjadi lebih dari 200 cabang diseluruh Indonesia, Singapore, dan Australia. ES TELER 77 menjual makanan dan minuman Indonesia yang dibuat dari resep orisinil, ciptaan Ibu Murniati Widjaja. Beliau menjadi juara Indonesia dalam perlombaan membuat minuman tradisional Indonesia dengan nama Es Teler yang kemudian menjadi produk utama dan merek dagang: ES TELER 77. Dengan sistem waralaba (franchise) yang didukung oleh sistem manajemen yang baik dan strategi pemasaran yang unik ES TELER 77 berhasil bersaing dan menorobos beragam pasar termasuk di luar Indonesia. Hingga kini, ES TELER 77 masih terus berkembang. Pantang Mundur. Dengan tak henti-hentinya memperbaiki kekurangan-kekurangannya dan juga menciptakan produk-produk baru yang inovatif, ES TELER 77 selalu berusaha memberikan yang terbaik bagi pelanggannya guna mencapai masa depan yang lebih baik. Berbagai menu telah kami hasilkan dari resep-resep pilihan. Dengan rasa yang lain daripada yang lain. Dibuat dari resep tradisional, seperti masakan yang dibuatkan oleh nenek kita sendiri. Kami siap memberikan yang terbaik untuk anda!

Analisis:

Lingkungan intern
Usaha ini mulanya dirintis dari awalnya warung tenda biasa dan sederhana. namun kini menjadi usaha yang cukup suksek, tapi tidak lepas dari segala permasalahan diantaranya adalah faktor intern yang dihadapi oleh perusahaan waralaba tersebut seperti jam kerja standar yang diberikan oleh perusahaan kepada karyawan,upah kerja,harga produk yang diberikan kepada konsumen dll, karena semuanya itu bisa diatasi dan dihadapi oleh perusahaan waralaba tersebut 

Lingkungan middle
Usaha tersebut bergerak dibidang makanan dan minuman, yang kadang banyak usaha serupa yang dijalankan sehingga nantinya timbul permasalahan yang akan dihadapi oleh oleh usaha tersebut seperti bersaing dengan kompetitor untuk menarik minat konsumen,perubahan iklim yang menyebabkan sebagian harga barang melonjak naik yang hanya bisa diakali serta diatasi dengan pengurang porsi dan tergantung pada kebijakan perusahaan waralaba tersebut untuk bisa mengendalikannya permasalahan yang ada atau tidak sama sekali dihadapi.

Lingkungan eksternal
Perusahaan waralaba ini merambah dan berkembang besar sehingga bisa membuka cabangnya tidak hanya dalam pasar dalam negeri yang kini merambah pasar internasional sehingga adanya kemungkinan permasalahan yang timbul karena faktor eksternal yang sama sekali tidak bisa diatasi oleh perusahaan waralaba tersebut diantara: Perizinan membuka usaha di suatu tempat maupun negara,keadaan POLSOSBUDHANKAM yang tidak stabil,pengaruh iklim ekonomi yang berkembang dll,karena faktor tersebut nantinya bisa mempengaruhi dan berdampak pada kelangsungan usaha tersebut.










Rabu, 03 November 2010

kebutuhan akan pasar modern


Konsumen Butuh Pasar Modern

Oleh Anjar Fahmiarto
Meski ada mal dan supermarket, banyak penghuni ingin tetap berbelanja ke pasar tradisional.
Pasar tradisional identik dengan becek, kotor, bau, sampah berserakan di mana-mana, banyak copet, dan tidak nyaman. Bayangan ini masih melekat di benak masyarakat Indonesia hingga kini.
Namun, di tangan pengembang pasar tradisional kini dijadikan tempat yang bersih, nyaman, teratur, bebas copet dan preman, serta memiliki prospek ekonomi yang besar. Namanya pun diubah menjadi pasar modern. Istilah modern dalam arti tempat dan manajemen pengelolaannya.
Saat ini banyak pengembang besar yang membangun pasar modern di proyek perumahannya. Umumnya di perumahan berkonsep township atau kota mandiri. Contohnya Bumi Serpong Damai (BSD) City (Serpong, Tangerang Selatan), Kota Wisata (Cibubur, Bogor), Grand Wisata (Bekasi Timur), Bukit Golf Mediterania (Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara), dan Alam Sutera (Serpong, Tangerang Selatan). PT Modern-land Realty Tbk akan menyusul dengan membangun pasar modern di perumahan Kota Modern, Tangerang.
Di Depok pasar modern juga mulai dikembangkan. Misalnya, pasar segar yang sekarang sedang gencar dipasarkan.
Konsep pasar modern
Umumnya pasar modern sudah memiliki captive market yang besar yaitu para penghuni perumahan yang ada di sekitarnya.
Secara konsep, pasar modern sebenarnya sama dengan pasar tradisional. Didalam bangunan pasar ada lapak-lapak sebagai inti yang dikelilingi kios-kios. Bangunan ini ditambah ruko di bagian luar menghadap area parkir. Sebagian kios menghadap langsung ke lapak, sebagian berhadap-hadapan, dan sebagian lainnya menempel langsung dengan bagian belakang ruko.
Lapak digunakan untuk tempat menjajakan sayur mayur, ikan, daging, bumbu, dan buah. Kios untuk menjual barang kelontong seperti beras, gula, garam, minyak goreng, sabun, dan sebagainya. Sedangkan ruko untuk membuka salon, barter shop, toko obat, perkakas rumah tangga, dan lain-lain.
Chief Marketing Officer PJ Modernland Realty Tbk, Andy K Natanael, mengatakan, karena pasar modern kini menjadi kebutuhan Modernland akan segera membangun pasar modern yang diberi nama Modern Town Market di perumahan Kota Modern, Tangerang.
Pembangunannya mulai dilakukan bulan depan dengan investasi sekitar Rp 150 miliar. Nantinya pasar modern ini akan terdiri atas 306 unit kios, 46 unit ruko, dan 288 lapak.
"Pasar ini dibangun karena adanya kebutuhan di Kota Modern yang didiami sekitar 4.500 kepala keluarga. Tiga perumahan di luar Kota Modern juga belum memiliki pasar modern," katanya kepada wartawan, di Jakarta, Senin (27/9).
Menurut Andy, ruko dan kios di pasar tersebut akan dijual Rp 150 juta hingga Rp 250 juta. Sedangkan lapak akan disewakan kepada pedagang di sejumlah pasar tradisional yang ada di daerah itu.
Pembangunan pasar modern merupakan salah satu cara untuk menaikkan nilai properti di suatu kawasan perumahan. "Untuk mengangkat nilai properti bisa dilakukan berbagai cara. Antara lain dengan cara membangun banyak blower atau pusat perbelanjaan. Atau dengan membangun properti di prime location. Kami akan bangun Modern Town Marketdengan harapan bisa menaikkan harga properti di Kota Modern," tutur Andy lebih lanjut.
Senior Corporate Communication Manager PT Alam Sutera Reality Tbk, Liza Djohan, mengatakan, pembangunan pasar modern bukan hanya tren di kalangan pengembang melainkan kebutuhan.
Pasar Modern Alam Sutera, lanjutnya, dibangun untuk memenuhi kebutuhan penghuni Alam Sutera dan sejumlah perumahan yang ada di sekitarnya. Pasar ini sudah beroperasi sejak April lalu.
"Selama ini para penghuni Alam Suteradan perumahan di sekitarnya harus ke daerah lain kalau hendak berbelanja di pasar tradisional. Karena itulah kami bangun pasar tradisional dengan konsep modern di sini," ujar Liza.
Ia menegaskan, pasar modern ini dibangun dengan tidak mematikan para pedagang kecil. Bahkan, bisa menampung mereka untuk berdagang di tempat yang lebih bersih dan nyaman.
Strategi pengembang
Keberadaan pasar modern secara tidak langsung akan menaikkan nilai properti di kawasan Alam Sutera. "Pengaruhnya terhadap nilai properti memang secara tidak langsung. Artinya perumahan dengan fasilitas lengkap, seperti pasar modern, tentu akan lebih disukai konsumen," terang Liza.
Sementara itu, Research and Analyst Manager perusahaan riset dan konsultan properti PT Coldwell Banker Commercial, Dwi Novita Yeni, mengatakan, pembangunan pasar modern merupakan salah satu strategi pengembang untuk menarik minat konsumen membeli properti. Dengan fasilitas itu konsumen akan menjadikannya pertimbangan untuk membeli unit hunian di lokasi tersebut.
"Untuk perumahan skala besar seperti BSD. pasar modern merupakan salah satu fasilitas yang disediakan pengembang untuk para penghuninya. Dan bagi konsumen fasilitas tersebut merupakan daya tarik," katanya.
Yang jelas, lanjut Dwi, pasar modern dibangun karena ceruk pasarnya memang ada. Meskipun di sekitar perumahan tersebut banyak berdiri mal dan supermarket, banyak penghuni yang ingin tetap berbelanja ke pasar tradisional. Salah satu alasanya adalah harga barangnya lebih murah.
"Karena ada pasarnya dan kebutuhannya tinggi banyak pengembang yang membangun pasar tradisional yang dikelola secara modern," papar Dwi. ad christina purwaningsih

Bisnis furnitur batik


Mengukir Laba dari Bisnis Furnitur Batik
Seiring menanjaknya popularitas kain batik, pamor berbagai produk kerajinan berbau batik pun terangkat naik. Setelah muncul barang kerajinan berupa topeng batik, kini mulai lahir kerajinan mebel batik berujud meja, ranjang, dan meja rias yang bermotif batik.
Seperti halnya bisnis kain batik, usaha mebel batik pun memberikan untung menggiurkan. Muhamad Abduh, kini 40 tahun, sudah menikmatinya. Pria separuh baya ini mengaku ide awal membuat furnitur batik datang dari keinginannya menciptakan produk batik yang masih jarang di pasar. Dari situ, pada 2007 lalu, dia menemukan ide membatik perkakas furnitur.

Abduh mengaku, saat memulai usaha ini, ia tak terlalu memusingkan soal modal. "Modal saya cuma foto furnitur batik yang saya pinjam dari para perajin di Solo. Jadi saya menawarkan foto saya kepada pembeli, setelah itu baru memproduksi kalau ada pemesan yang setor uang," ujar Abduh, tergelak.

Bisa miliaran rupiah

Abduh mengaku, saat ini, 90% furnitur batiknya terserap pasar lokal. "Saya masih baru dan belum melakukan pemasaran yang tepat dan besar-besaran," ungkapnya.

Meski terbilang pemain anyar, soal omzet bisa dibilang lumayan besar. Saban bulan, minimal Abduh mengantongi Rp 20 juta. Di luar itu masih ada pesanan khusus. Contohnya, beberapa waktu yang lalu Abduh sempat kebanjiran order. Nilai transaksinya cukup fantastis, sampai sepuluh digit.

Menurut Abduh, rata-rata konsumennya datang dari kalangan menengah ke atas. Maklum, lantaran pembuatannya cukup rumit, harga jual produk ini juga terbilang mahal. Pembelinya kebanyakan orang yang benar-benar hobi mengoleksi alias kolektor dan berduit. "Harga furnitur paling murah Rp 2 juta berupa meja kecil," beber Abduh.

Banderol harga paling mahal sebesar Rp 25 juta, yakni meja tidur seperti yang biasa dipakai bangsawan. Dalam sebulan Abduh memproduksi antara 10 hingga 20 item mebel batik. Tak banyak memang karena proses pengerjaan furnitur batik memakan waktu cukup panjang. "Kurang lebih membikin lima furnitur untuk satu minggu," ungkap Abduh.

Untuk menyanggupi banyaknya permintaan pelanggan, Abduh yang awalnya memperkerjakan dua pekerja kini menampung lima orang pekerja. "Kalau order sedang banyak bahkan bisa 15 pekerja," ungkapnya.

Soal margin keuntungan alias laba bersih, tanpa basa-basi Abduh menuturkan, keuntungan dari bisnis furnitur batik ini bisa mencapai 60% hingga 70% dari harga jual. Lebih menyenangkan lagi, selain marginnya yang tebal, pemainnya masih dikit. "Di bawah 10 pemain. Di pameran kerajinan pun masih jarang sekali," papar Abduh.

Soal pemasaran, pada awalnya Abduh hanya mengandalkan gethok tular alias pemasaran dari mulut ke mulut. Namun sekarang Abdul sudah memakai internet agar pasarnya bisa mendunia. "Pemasaran harus tepat karena furnitur tidak sama dengan kerajinan batik lainnya," katanya.

Perihal proses produksi, Abduh menjelaskan bahwa proses pembatikannya sama persis dengan pembatikan bahan bahan kain. Perbedaanya hanya terletak pada komposisi kimia cairan lilin dan cairan pelorot.

Sejauh ini dia baru berani membatik pada furnitur berbahan kayu jati. Sebab, di kayu jati batik bisa menempel dan kualitasnya lebih bagus dibandingkan membatik pada kayu lain.


Kesimpulan
Pada umumnya usaha tersebut dikategorikan kedalam usaha kecil dan menengah namun apabila si pemilik usaha mampu mempromosikan produk tersebut ke semua khalayak, tidak dipungkiri pasar internasionalpun nantinya akan diperoleh sehingga nantinya berubah menjadi usaha yang besar karena banyak yang tertarik dengan produk yang ditawarkan terlebih produk kerajinan tradisional karena mampu menarik banyak minat pasar dan tergolong baru dipasar karena mempunyai dikitnya pesaing